Senin, 26 September 2016

MEMBUAT NASI DENGAN MICROWAVE, KENAPA ENGGA ?



Boleh dibilang , perut saya  "perut kampung" , belum merasa kenyang kalau belum makan nasi. Aneh memang, walau sudah makan setangkup burger atau 2 kerat pizza + spagheti , tapi perut belum merasa makan kalau belum merasakan nasi.

Ini bisa jadi masalah, kalau tinggal di luar negeri. Cari nasi susah dan pastinya mahal. Engga bisa lari ke Warteg untuk sekedar membeli nasi putih.

Tapi jangan kawatir , karena semua pasti ada jalannya.  Di mini market kecil,  macam Seven Eleven di jual beras ukuran 1 kg atau 1 liter. Tapi masalahnya , adalah bagaimana  mengolah beras ini menjadi nasi ?
Di unit apartemen atau beberapa kamar hotel ada yang dilengkapi Kitchen Set atau dapur. Tapi tidak disediakan dandang atau kukusan. Microwave disediakan tapi tidak ada Rice Cooker.
Microwave Ini bisa dimanfaatkan  untuk membuat nasi . Caranya;

1. Cuci beras dengan bersih. Masukan beras dalam wadah plastik khusus Microwave. Tuangkan air dalam wadah kira-kira 1 ruas jari telunjuk di atas permukaan beras.

2. Masukan wadah berisi beras dalam microwave, set ke menu memasak 4 menit , nyalakan .


3. Setelah berhenti, dan air kurang , masukan lagi air tambahan secukupnya. dan pasang lagi di waktu 4 menit. Lakukan itu berulang-ulang. Sampai nasi matang.....


Cara ini bisa dilakukan selain untuk nasi putih. Juga Nasi Ayam Hainan, Nasi Kuning , Nasi Uduk  sampai Nasi kebuli. Kalaupun gagal , Nasi yang kita  masak bisa jadi Risoto , masakan nasi khas Italia. 
    

Kamis, 22 September 2016

RESTO JEJAMURAN, KETIKA JAMUR MENIPU LIDAH




Saya sebenarnya kaum  Karnivora alias pemakan daging. Tapi ketika  harus mencoba masakan yang semuanya dari Jamur, kenapa engga?. 
Ini sensasi mencoba masakan yang seharusnya berbahan dasar daging, seperti sate atau tongseng.

Berikut tulisan saya,  yang dimuat di Majalah A Magazine. Majalah yang khusus beredar di kalangan Dokter Anak Indonesia.



2013.11.AM.Kuliner – Resto Jejamuran

Resto jeJamuran
Menu jamur yang sehat plus lezat

Oleh: Andry Hariana

Siapa bilang makanan sehat tidak terasa lezat di lidah? Kunjungan ke Resto Jejamuran ini membuktikan sebaliknya.

Sepuluh tusuk sate berlumur sambal kacang, dengan potongan tomat dan kol, menebar wangi menemani sepiring hangat nasi putih.


Sate Jamur dengan irisan kol khas Solo

Menambah lengkap hidangan, semangkuk tongseng yang gurih dengan rasa santan pas, membuat lidah pun bergoyang. 


Tongseng Jamur segurih Tongseng Kambing

Kesempurnaan makan siang di pinggiran Jogyakarta ini ditutup segelas minuman Summer Breze yang  dingin segar.

Menikmati hidangan tanpa rasa khawatir

Nikmatnya sate dan tongseng, mungkin akan jadi kenikmatan sesaat bagi Anda yang bermasalah dengan kolestrol, asam urat atau hipertensi. Tapi jangan kawatir, bersantap di rumah makan bernama jeJamuran di Jogyakarta ini tak akan merugikan kesehatan. Apa pasal? Karena semua bahan utama menu makanannya adalah dari berbagai jenis jamur.


Menu yang disajikan di restoran ini pun begitu beragam. Ada sate jamur yang menggunakan potongan jamur tiram dan kancing. Jamur merang dalam tongseng, rendang, pepes, jamur King Oyster masak lada hitam, jamur crispy goreng tepung, jamur asam pedas, jamur bakar pedas, lumpia jamur, tom yam jamur, sampai  gudeg! Pemilihan jamur yang tepat membuat citarasa jamur terasa kenyal, seperti kita merasakan daging ayam atau kambing.

Salah satu best seller-nya adalah minuman Summer Breeze yang merupakan campuran serutan es, fruit punch, jeruk peras, keratin jeruk Valencia, soda dan jamur enoki utuh. Jamur enoki yang memiliki penampilan mirip toge terasa kenyal  saat dikunyah, sangat pas ketika berpadu dengan kesegaran air jeruk.


Summer Breeze

Memiliki kekhasan tersendiri

Setiap menu jamur memiliki keunikan rasa tersendiri. Jamur asam manis, memadukan jamur tiram dengan potongan segar nenas dan cabe besar. Begitupula dengan jamur lada hitam yang bercita rasa rempah-rempah terasa hingga lidah. Minuman jamurnya pun beragam, bukan hanya dingan tapi juga hangat segar sepert Wedang Jamur.

Wow, seperti apa sih wedang ini? Tampilannya memang kurang menarik karena terlihat hitam seperti kuah rawon, ini karena isinya adalah sepotong jamur Ling Zhe dengan campuran rempah-rempah dan diseduh air panas, lalu diaduk dengan batang sereh. Namun wedang ini memiliki aroma yang sangat menggoda, konon jamur Ling Zhe juga memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.
 

Wedang Jamur yang hangat

Penggunaan bahan jamur ini, selain menjadikan makanan lebih sehat, harganya pun cenderung murah. Berkisar dari Rp3.000/ potong untuk lumpia hingga paling mahal Rp20.000/porsi untuk jamur masak lada hitam. Sedangkan menu lainnya rata-rata seharga Rp8.000 dan Rp10.000/porsi.

Sejuta manfaat jamur

Jamur yang sangat familiar kita temukan dalam masakan China dan Korea ini, memang kaya manfaat. Penelitian membuktikan bahwa jamur mengandung asam amino, antioksidan, coumarin, sterol, dan banyak lagi vitamin dan mineral. Berbagai kandungan ini terbukti mampu meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kolesterol jahat, dan menyeimbangkan gula darah.
Bermacam Jenis Jamur

Manfaat jamur yang besar, menjadi alasan utama  Radtijo, pemilik Rumah Makan jeJamuran, untuk membuka usahannya. Terlebih pria setengah baya ini sudah menekuni  usaha jamur sejak tahun 1968 di daerah Dieng. Awalnya, Radtijo memasarkan jamurnya yang berkualitas tinggi ke berbagai negara, namun berbarengan dengan krisis ekonomi yang melanda, perusahaannya pun tidak bertahan dan akhirnya ditutup. Dari sinilah Rumah Makan jeJamuran berawal.

Kreativitas dari kondisi terpuruk

Produksi jamurnya yang masih melimpah membuat Radtijo harus memutar otak untuk mengolahnya. Ia kemudian meminta sang istri untuk setiap hari mencoba berbagai resep makanan dengan bahan dasar jamur yang mereka miliki.

 “Awalnya saya bagikan ke tetangga. Tak banyak yang mau memakan jamur ketika itu, karena takut keracunan!” kenang Radtijo.


Radjito Pemilik Jejamuran

Dengan sikap optimis, Radtijo membuka Rumah Makan jeJamuran saat krisis ekonomi melanda di tahun 1997. Mulai dari satu meja di pinggir jalan, pelanggan pertamanya adalah seorang supir truk yang sedang melintas. Berkat keuletannya, Resto jeJamuran kemudian berkembang dan mulai dibuka resmi tahun 2006.

Kini, ratusan kursi siap menampung tamu yang bersantap, diiringi alunan ‘live music’. Lapangan parkir besar disediakan untuk armada bus yang membawa wisatawan dari daerah lain. Tak sedikit wisatawan yang datang bertanya tentang seluk beluk jamur kepada Radtijo, sehingga berjenis jamur hidup pun disediakan di rumah makan untuk dilihat pengunjung. Banyak yang kemudian berfoto dengan jamur-jamur tersebut.

Bersinergi dengan petani jamur

Saat ini, untuk memenuhi pasokan jamur yang dipergunakan, Radtijo mengajak petani-petani Jawa Tengah bergabung dengan sistem plasma. Bibit jamur disediakan dan pemeliharaannya diajarkan kepada petani. Hasil panennya dibeli langsung untuk keperluan rumah makan. Radtijo sendiri memperlakukan jamur dengan istimewa, layaknya sahabat sejati, ia tahu segala permasalahan jamur dari setiap jenis sampai detilnya.
Ada jamur-jamur khusus dari Eropa yang tumbuhnya diperlakukan sama dengan suhu aslinya. Sehingga jamur yang jadi bahan utama rumah makan ini menjadi kualitas nomor satu. Rumah makan jeJamuran, terletak di daerah Niron, Pendawaharjo, Sleman. Jika kebetulan berkunjung atau berlibur ke Jogyakarta, jeJamuran  bisa dicapai  melalui Jalan Magelang, tepatnya  di km 10,5. Mudah dicari karena banyak penunjuk arah menuju lokasi.
Silahkan mencoba… 

 
Restaurant Jejamuran yang jadi tempat kunjungan wisata

Kamis, 15 September 2016

SAYA BETAH DI DAPUR






Saya suka masak , tapi bukan Chef Profesional. Saya laki-laki biasa yang suka bereksperimen di dapur, dan tentunya makan enak........ 
Tulisan di Majalah Femina ini, mungkin cukup menggambarkan seperti apa itu. Supaya lebih menarik diberi beberapa foto.
 
 
Bahkan tiap minggu, dari sisa belanja, paling tidak saya bisa mendapat keuntungan 50 dolar. Tentu saja , teman-teman tak tahu itu……

Sekarang bukan zamannya lagi memasak menjadi monopoli wanita. Malah kebalikannya, banyak wanita sekarang  justru  enggak  bisa memasak (dengan berbagai alasannya). Apalagi setelah Oom Bondan Winarno dengan jurus ‘maknyus’-nya, rajin  tampil di televisi. Makin banyak pria tampil dengan ketrampilan memasaknya di televisi. Keahlian  yang katanya jadi nilai plus buat kaum adam. Terlihat romantis dan seksi, itu katanya para wanita.

Lepas dari soal keseksian itu, bisa memasak ternyata banyak keuntungannya buat saya. Padahal , bukan karena sengaja saya bisa memasak. Dari kecil tinggal bersama kakek saya yang suka memasak, membuat saya juga sedikit banyak  akrab dengan dapur.

Sayangnya, jurus memasak saya kurang laku di mata istri. Justru kalau kami berdua di dapur biasanya yang ada  malah ribut. Maklum , ‘jurus’ memasak kami berbeda. Istri saya lebih suka memasak cepat dan mudah, sedangkan saya tidak masalah dengan berlelah-lelah,yang penting enak. Karena ingin cepat-cepat itulah, ia sering kurang teliti. 

Suatu kali saat baru nikah , untuk makan malam, istri memasak sayur kacang merah atau angeun kacang kalau di Bandung. Begitu dicicipi, rasanya, kok aneh ya?  Kuah sayur itu kemudian dibuang, lalu istri memasak ulang. Eh, rasanya tetap aneh! Cek punya cek, ternyata ia salah memasukan daun jeruk ke dalam sayur, yang seharusnya daun salam. Begitu tahu kesalahannya, istri saya ngambek   mogok masak selama  beberapa hari. Kayaknya, sih, malu,ha….ha…..

Karena gaya memasak yang sama, saya malah akrab dengan mertua yang tinggal di Bandung. Waktu pacaran , saya beberapakali  memasak di rumahnya. Untuk acara tahun baru, misalnya. 

Sampai sekarang , saya biasa bertukar resep dengannya. Terkadang , untuk konsultasi masakan baru, saya langsung interlokal ke Bandung. Masakan gule kambing favorit saya pun kemudian  masuk dalam daftar masakan wajib saat Lebaran dalam keluarga mereka, yang sebenarnya bukan penggemar daging kambing.

Kebolehan saya dalam hal memasak juga ‘bocor’ sampai ke luar negeri. Mengetahui saya punya ketrampilan di dapur, saat mengikuti kursus profesi di Melbourne, Australia,  teman-teman sesama peserta  kursus, mendaulat saya menjadi petugas katering. Unit apartemen saya disulap sebagai tempat makan setiap malam. Jadilah setiap hari saya harus memasak untuk 7 orang, yang masing-masing ‘iuran’ 25 dollar tiap minggu .

Karena memang suka ( dan tentu juga bangga dengan ketrampilan ini) , sya rela belanja berbelanja  barang kebutuhan ‘katering’ dadakan ini. Dan,  tiap malam pun terhidang masakan! Mulai dari spaghetti, cap cay, semur ayam, sampai tim ikan asin. Hebatnya lagi karena saya juga putar otak untuk berhemat, uang saku sayapun tetap utuh. Bahkan , tiap minggu, dari sisa belanja, paling tidak saya bisa mendapat  keuntungan 50 dollar. Tentu saja , teman-teman tak tahu itu, ha…ha…ha… !


Teman baru , Ovi yang kenal di Melbourne ternyata jago masak

Suatu ketika , saat sedang mencari kecap asin di sebuah supermarket, seorang pria bertubuh pria bertubuh gempal dan menyeramkan menyapa  saya dengan bahasa Indonesia, “ Kecap asin merek itu , sudah paling bagus disini !“ 

Ha….  ! Ternyata, pria itu orang Bali. Agus namanya, pemilik Restoran Warung Agus di Victoria Street dan sudah puluhan tahun tinggal di Australia. Tahu saya suka masak , ujung-ujungnya,  Agus sering mengajak makan  di restorannya. Selama dua bulan  di Melbourne , saya bisa makan enak dengan potongan harga gila-gilaan. Setiap kali saya datang, Agus pasti meninggalkan dapurnya , untuk mengobrol  berbagai hal, mulai dari politik sampai soal masakan tentunya.


Warung Agus di Melbourne


Bukan sekali dua kali , saya mendapat teman,   dari urusan masak memasak ini. Saat mengikuti suatu  workshop PBB di  Bangkok, saya menyisihkan waktu berjalan-jalan di pasar Pratunam. Melihat peralatan dapur stainless stel dengan harga murah , tanpa banyak pikir saya langsung memborong , termasuk sepasang panci steamboat untuk menyajikan  makanan khas Thailand.

Kerepotan justru muncul saat saya akan  membawanya pulang ke Indonesia. Ditaruh di bagasi, saya kawatir penyok. Akhirnya, saya tenteng saja panci-panci itu ke kabin pesawat. Pramugari pesawat berbasa-basi menanyakan barang bawaan saya. Langsung saya jawab apa adanya. Pramugarinya tertawa… dan lebih tertawa lagi ketika saya bilang itu panci bukan buat siapa-siapa, tapi memang buat saya sendiri.

Tapi dari guyonan  itu …… saya bisa berkenalan dekat  dengan pramugari yang bernama Vanatari itu. Sekarang , kalau saya butuh peralatan dapur atau bahan masakan dari luar negeri, tinggal titip saja pada Vanatari. Ssst…. tapi, untuk nama yang satu itu, saya tak bilang-bilang pada istri….


ANDRY HARIANA – JAKARTA
Dimuat di Majalah Femina no. 23 - 5 Juni 2008